Selasa, 19 Juli 2011

FALAQ THOLEH

 
FALAQ THOLEH
oleh : Shaff Ra Alisyahbana Dt Malako

Falaq Tholeh adalah berasal dari bahasa Arab yang berarti “ Cakrawala Kebodohan “. Kalau disebut Palak Taleh berarti “ Panas hati atau berkeringat keladi “, sedangkan menurut peta yang dibuat Amerika Serikat tahun 1058 adalah sebutan “ PERLAK TALAS “ dalam Pemerintahan Natar Sumatera Utara yaitu sebuah ulayat di pesisir Barat Sumatera dan itulah Desa Kampung Sawah sekarang yang masuk dalam Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal.
Melihat situasi dan kondisi saat sekarang ini lebih condong kedalam bahasa Arab yaitu         “ FALAQ THOLEH “ , karena masyarakatnya dalam Cakrawala Kebodohan atau dibodoh-bodohi. Kenapa tidak.. !!!
Di Desa Kampung Sawah yang dulunya bernama Palak Taleh (kebun keladi) telah menjadi kampung persawahan dan oleh sebab itu dinamakan “ KAMPUNG SAWAH “. Begitu luas tanah adat atau ulayat, sampai sekarang belum ada masyarakatnya yang menjadi “ PESERTA PETANI PLASMA “ dari perusahaan yang menyawitkan tanah tempat mata pencaharian masyarakatnya, baik itu mendiang PT.INANTA, PT.GRUTI LESTARI PRATAMA (GLP), PT.SAGO NAULI atau PTP NUSANTARA IV atau lainnya.
Kalau mendiang PT.INANTA meninggalkan nostalgia sebuah bangunan yang sekarang dijadikan sebagai kantor Lembaga Pemangku Adat Sumando (LPAS) Pantai Barat Mandailing Natal, PT GLP yang menyawitkan tanah ulayat Kampung Sawah lk.4.000 hektare, hanya memberikan bantuan berupa semen ratusan zag dalam pembanguan Masjid Baiturrahman Kampung Sawah setiap tahunnya. Apakah ini yang dikatakan didalam adat sebagai “ BUNGO”?.
Kalau kita baca surat perjanjian tgl.25 Agustus 2005 di PT.GLP Medan yang diwakili atas nama masyarakat Kampung Sawah yaitu Bapak Drs.H.Sjamoel Lubis (alm),Suhardin,Adam, A. Khudri,Afnan,Syariyal,Abd.Mutolib,Kasri dan Saripul. Dari pihak PT.GLP adalah Alson Simarmata (Manager Operator) dan Sumarsono Hardiyanto (Dirut PT.GLP) yang menyatakan “ SALING MENGUNTUNGKAN “. Ternyata yang beruntung adalah pihak perusahaan, sedangkan pihak Masyarakat Adat Labuohan Ajuong tetap tidak menguntungkan sebab lahan mata pencaharian mereka sudah pupus dalam kegiatan               “ PUPUS KAMPUS JADI MAMPUS “. 
Demikian juga PT. SAGO NAULI di DESA SINUNUKAN V yangmerupakan tanah ulayat Kampung Sawah yang kabarnya telah membuka kebun plasma, tapi seorangpun masyarakat Kampung Sawah tidak ada terdaftar dalam daftar peserta petani plasma. Secercah harapan kepada PTPN IV yang dikelola oleh Koperasi Maju Bersama dengan pekerja CV.MALAKO, kiranya menjadi kenyataan walaupun pesrtanya adalah anggota koperasi tersebut.
Dari kalimat Falaq Tholeh tersebut diatas terkesan suatu pembodohan atau masyarakatnya memang bodoh, dimana-mana tanah ulayatnya telah dicabik-cabik dibeberapa tempat antara lain sebagai berikut ;
SIKARAKARA I > adalah merupakan penyusutan ulayat Kampung Sawah dengan program Transmigrasi dimana satu-satunya desa yang tidak turut menanda-tangani penyerahan lahan adalah Kepala Desa Kampung Sawah. Sekarang para warga transmigrasi telah membuka perkebunan sawit di tanah ulayat Kampung Sawah (berjiran tetangga) tanpa adanya Surat Izin Olah dari Kades Kampung Sawah.
SINUNUKAN V > terletak di bagian Selatan Desa Kampung Sawah, disamping pemakaian tanah ulayat juga dalam rangka pemekaran Kecamatan Natal.
PANGGUONG BULUOH & PANGGUONG BINJEI > juga terletak di bagian Selatan Kampung Sawah, dimana telah disawitkan oleh warga Kapas II Kecamatan Batahan seperti Syahiri, Zulhadi, Lamijo dan Sairan yang ber – KTP Patiluban Hilir dan Desa Balimbing.
PANGGUONG RANSAM > juga sama halnya dengan tersebut diatas.
MALAKO > kini telah disawitkan oleh PT.GLP dan sampai kini belum adanya niat dari pihak perusahaan untuk membuka lahan pertanian plasma dan hanya diuntungkan oleh oknum tertentu yang ber – KTP Medan dengan mengolahan lahan seluas 20 hektare untuk pribadi bersangkutan, sebab “ SEMUA URUSAN KAMPUNG SAWAH DENGAN PT. GLP HARUS MELALUI OKNUM TERSEBUT”.
SAWAH LAWEH > terletak di lembah BUKIK BANDERA dimana sejak tahun 2007 sampai sekarang belum ada kepastian atas sengketa perbatasan, dimana masyarakat Desa Setia Karya Natal mencaplok ulayat Kampung Sawah sekitar 1 KM persegi, mulai dari JEMBATAN SUNGAI PINANG sampai ke ANAK AYIE MURIDUN PANCANG PEJE yang lebih terkenal dengan sebutan ANAK AYIE KUCIENG JALANG. Sampai sekarang masih terpampang papan ucapan 
SELAMAT DATANG DI DESA SETIA KARYA NATAL
di Jembatan Sungai Pinang.
KAMPUONG PUDIENG & CILACAP > terletak di pinggiran Sungai Batang Natal, mulai dari TAPIAN BATU sampai ANAK AYIE PANDAN (perbatasan dengan JAMBUOH ACEH , DESA PASAR V NATAL ), sebagian suda mendapat izin olah dari Kades Kampung Sawah dan sebagian lagi izin olehnya dikeluarkan oleh Kades Setia Karya Natal.
Dari sisi lain, sejak berhentinya Panti Al-Qur”an “ DARUL FAHMY “ BATU TUANKU Kampung Sawah tahun 1976 , tidak adanya lembaga pendidikan Agama sehingga sekarang Kampung Sawah disebut-sebut oleh para Muballigh sebagai “ DESA RAWAN AGAMA “. Demikian juga halnya dalam masalah Pemerintahan Desa dimana setelah Pilkades 2010 ybl. Oknum yang menang sampai sekarang belum dilantik dengan alasan adanya masalah. Apakah masalah itu tidak diselesaikan dan hanya didiamkan begitu saja... ??? Memang inilah upaya mem “ FALAQ THOLEH “ kan “ PERLAK TALAS “ yang berkesinambungan dengan “ PUPUS KAMPUS MENJADI MAMPUS “.

Diharapkan kepada petinggi-petinggi putra Kampung Sawah yang berada diperantauan maupun di kampung halaman serta yang birokrat, tolong lerpaskan “ PERLAK TALAS “ dari “ FALAQ THOLEH “, agar terhindar dari kebodohan dan pembodohan, baik dari oknum tertentu dan orang-orang yang “ BASILANTE ANGAN “ . Semoga !!!

Rabu, 13 Juli 2011

JELAJAH CUMALANG (6)

JELAJAH CUMALANG ( 6 ).
Minggu , 13 Kandughigadang 1428 H./ 19 Agustus 2007


Pejelajahan Ranah Labuhan Ajuong untuk ke enam kalinya, kali ini dimulai jam 10.00 wib.menuju Anak Ayie Balam, perbata san dengan desa Pasar III Natal dan Kelurahan Pasar I Natal di sekitar lembah Bukik Bandera.
Tim terdiri dari Cameraman, Asnan dan seorang tokoh pemuda Ilimsyah yang di pandu oleh Sesepuh Ranah , Ruslan Abdul Majid Batubara putra Zainal Majid Batubara dari Batu Tuanku Labuhan Ajuong. Ruslan bercerita bahwa dia sering adu mulut di kedai kopi dan dia bersedia sebagai saksi hal masalah tapal batas karena disekitar jembatan itu adalah tanah kelompoknya membuka lahan perladangan bersama orangtuanya dulu.

Tim memasuki jalan Kol.H.Sutan Husinsyah yang terkenal dengan nama jalan Jepang, setelah Cameraman membidik Anak Ayie Marapalam sebagai tapal batas dengan desa Setia Karya Natal. Dengan kenderaan dua roda,tim mendaki jalan Jepang sampai ke Bukik Batu, perbatasan dengan desa Kelurahan Pasar I Natal, sedangkan Anak Ayie Balam adalah batas dengan desa Pasar III Natal.

Tim berhasil membidik dari kejauhan Suak Nipah, Sisaran, Banjaragam,Sawah Laweh,Sawah Lambah ,Pulasan,Batu Tuanku Kampung Parik,Kampung Gadang, Mudiek Ayie,Labuhan Ajuong, Sumuo Batu,Banjar Acek , Ranah Malako dan sekitarnya.

Sabtu, 02 Juli 2011

JELAJAH JANTIEK

JELAJAH JANTIEK ( 5 ).
Jumat, 6 Kandughigadang 1428 H./ 12 Agustus 2007
Untuk penjelajahan edisi kelima Tim Perkasa L.A melakukan penjelajahan ke Banjar Acek,karena menurut buku Madina Yang Madani karangan Bpk. Busyral Hamidy Harahap bahwa di Sumur Batu terdapat 6 makam keluarga Syekh H.Abdul Fattah Mardia dan salah satu dianta ranya adalah istri beliau. Dengan di pandu oleh Bapak Afnan dan Mahmud Cucu Tim memasuki jalan menuju SD Negeri No.147568 Kampung Sawah. Hingga sampai menjelang Zhuhur, Tim belum menemukan secara jelas makam tersebut dan hanya menemukan tumbuhan yang biasa di tanam dipekuburan yaitu linjuang (Pandhanus furcalus) setinggi 5 meter lebih dengan jarak sepertinya pandam pekuburan.

Walaupun demikian,Tim menemukan 2(dua) jenis tumbuhan langka obat tradisionil yaitu mengkudu hutan (Rubiacene/Morinda citrifolia) yang buahnya untuk obat peluruh kencing dan menurunkan darah tinggi,daunnya untuk obat sakit perut, sedangkan akar dan kulitnya untuk bahan pewarna merah. Tumbuhan kedua yang banyak terdapat di Banjar Acek adalah Pakan Gunjo ( Craton Argyatus) yang banyak tumbuh di Kalimantan dengan nama pasak bumi berkhasiat obat penguat tenaga muda. Sedangkan di Suak Pilar.Tim menemukan Tindawan Susu Kembar atau Bertangkai Duo seperi gambar disamping ini.
Setelah Cameraman melaksanakan shalat Zhuhur di Masjid Al-Anshor Kampung Sawah,penjelajahan dilanjutkan menuju perbatasan sebelah Timur bagian pinggir sungai Batangnata sebelah Selatan Kampung Sawah yang dimulai dari Suak Pilar. Kali ini langsung dibawah komando Kepala Desa Kampung Sawah selaku Penasehat Tim Perkasa L.A bersama satu orang dari tokoh pemuda (Ariansyah A.Md.) dan seorang petani yang pandai membuat Tuduong Galobok , salah satu produk Kampung Sawah disamping produksi atap rumbia.Penjelajahan dimulai dari Belok Guguong, masuk ke Tapian Kampung dan mendarat di perladangan Bahauddin Sutan menuju Suak Pilar
Jalan darat. Waktu istirahat di pondok Bahauddin Sutan diperoleh keterangan bahwa di areal perbatasan Suak Pila dan Lubuok Sago dalam ulayat Labuhan Ajuong,banyak masyarakat dari luar yang telah membuka perkebunan kelapa sawit dan mayoritas dari desa Patiluban, antara lain Hasanuki, Abu Bakar,Sunan, Hutagalung,Samin dan Syamsul tanpa adanya izin olah dari Kades Kampung Sawah dalam artian tidak sepengetahuan Pemerintahan Desa Kampung Sawah.
Setelah mamiri, Tim Perkasa L.A melanjutkan penjelajahan dibawah pemandu Bahauddin Sutan dan Damaran menuju Suak Malako. Suatu hal yang agak berkesan pada tempat ini Cameraman menemukan Tindawan Kamba yaitu bertangkai dua jenis Tindawan Susu yang merupakan obat yang langka, sehingga memba wanya pulang sebagai oleh-oleh penjelajahan yang kini tersimpan di Kodak Sry Cam Ranah Nata. Kemudian Tim kembali dengan kenderan Ajuong menyelusuri pinggiran sungai Batang Natal termasuk dalam istilah Mailiekan Tabieng atau Basianyuik dengan deretan tempat-tempat yang bernama Lubuok Sago ,Lubuok Batuong,Tapian Balanti,Kotobaru,Ayie Mauwok,Suak Karambie,Pulou Suak Karambie,Tanjuong Galinggang,Suak Sangka Juru,Suak Tangah,Suak Paku Lauik, Jirat Malako, Durian Rampak , Tanjuong Kapunduong ,Tanjuong Awuo Duri, Tanjung Alei,Labuhan Ajuong, Kampuong Tenggi,Tabieng Manangih Suak Sungei Pinang,Suak Balibi dan Banda Pulasan. Tepat jam 17.00 wib.
Tim Perkasa mendarat di Jembatan Pulasan tempat terpancang papan caplokan Kepala Desa Setia Karya itu. Biasanya, kalimat Selamat Datang menjadikan sebuah Tim merasa gembira atas sambutan itu, tetapi Tim PERKASA L.A , merasa bingung dan terpana serta Cameraman memandang dengan nanap papan yang dipasang sejak tgl.6 Juli 2007 itu atas dasar caplokan yang dalam bahasa daerah Melayu Pesisir (Mesir) Ranah Nata dikatakan Alieh Sapadan . Kenapa tidak ? Tim mengantongi beberapa buku sebagai bahan panduan dan seberkas berita acara penetapan pemasangan tanda batas wilayah Desa Kampung Sawah yaitu :

Berita Acara Penetapan/ Pemasangan Tanda Batas Wilayah ter tanggal 21 Agustus 1990 tentang hasil kesepakatan penetapan/ pema sangan batas wilayah desa Kampung Sawah dengan desa tetangganya dimana menyatakan bahwa tapal batas dengan sebelah Barat berwatas dengan Desa Setia Karya dalam bentuk batas Bukit Bandera dan Aek Pandan seberang Sungai Batang Natal. Surat tsb.telah di syahkan oleh Bupati KDH Tk.II Tapanuli Selatan pada tgl.31 Desember 1990 dengan Nomor : 146/19/ 1990 yang ditanda-tangani oleh Pembantu Bupati Wilayah II ,Bapak Batara Dalimunthe BA, NIP.010042852, disaksikan oleh Camat Natal,Bapak D

Kamis, 23 Juni 2011

JALAJAH TINJOU

JELAJAH TINJOU ( 4 ).
Jumat, 28 Kandughiketek 1428 H./ 11 Agustus 2007

Pada penjelajahan edisi ke empat Tim Perkasa menjelajah ke perba tasan dengan ulayat Patilubahilir dan Sikarakara. Tim terdiri dari 1 orang anggota Tim yaitu yang didampingi oleh tokoh pemuda Ariansyah A.Md. dan Kepala Desa Kampung Sawah.
Cameraman sempat membidik pembangunan beton pinggir jalan umum Mandailing Natal yang dikerjakan oleh pemborong. Demikian juga tempat-tempat lain seperti Belok Guguong,Guguong,Bangei,Bukik Japang,Jembatan Patiluban Ketek dan anak ayie Patilubanketek serta Suak Laban diseberangnya.
Selanjutnya,Tim bertolak dari Guguong menuju unit I Sikarakara dan sampai di tapal batas yang dibuat oleh Agraria,dimana tanda panahnya menu suk tanah ulayat Kampung Sawah di sebagian Banjar Acek dan Padang Satombo.
Tim meluncur melalui Blok A. menempuh jalan setapak ke SD Negeri No. 147568 Kampung Sawah , singgah ke Sumuo Batu untuk melaksanakan shalat Zhuhur oleh Cameraman dan keluar di Banjar Acek ( jalur Masjid Al - Anshor Kampung Sawah atau calon nama jalan Datuk Basya nan Tuo ). Tim berendapat untuk jalan ini agar diberikan nama jalan Datuk Imam Baso.

Sabtu, 18 Juni 2011

JELAJAH KLOPAK

JELAJAH KLOPAK ( 3 )
Minggu ,22 Kandughiketek 1428 H./ 5 Agustus 2007

Bertolak dari Batu Tuanku,Tim kali ini hanya Ajuong Tongga yang terdiri dari 4 orang yaitu Ketua,Sekretaris/ Penulis/Cameraman dan dua orang Tokoh Pemuda yaitu Ariansyah A.Md dan Kudrin.Pertama Tim membidik lokasi pengerukan tanah pasir dibagian belakang areal Perkuburan Belok Pulasan dimana tebing bagian Utara Sungai Batang Nata semakin berangsur punah terkikis dan runtuh ulah penambang galian tipe C oleh dua orang pengusaha putra daerah Labuhan Ajuong. Menurut pengamatan Tim,jika hal ini berlanjut akan mengakibatkan tahun 2020 nanti, masyarakat tidak berkubur lagi disitu dan terpaksa ke Jalan Japang atau Guguong. Untuk itu perlu peninjauan kembali Surat Izin Pengolahan para pengusaha tersebut demi untuk kebaikan masyarakat Labuhan Ajuong khususnya dan masya rakat pegguna lalu lintas pada umumnya karena semakin dekat dengan jalan raya Nata Mandailing.
Kemudian Tim langsung menuju areal perbatasan bagian Utara Sungai Batangnata yaitu Anak Ayie Kucieng Jalang sampai ke pinggir jalan umum Mandailing Nata dengan Ajuong Tongganya dan membidik areal Lembah Bukik Bandera yang merupakan tapal batas dengan Desa Setia Karya Nata yang berada 1 KM dari Ibukota Kecamatan Nata.
Selanjutnya Tim meneruskan penjelajahan ke areal tapal batas bagian Selatan pinggir Sungai Batang Nata dengan Pasar V Nata (Jambuo Aceh). Tepat masuknya waktu Zhuhur,Tim sampai ke Anak Ayie Kolek Kuali dan langsung melewati muaranya bersandar di tapian tempat berkebunnya salah seorang pelaku pemancangan papan tanda batas desa yang dipasang mereka di Jembatan Pulasan yang merupakan pencaplokan tanah ulayat Kampung Sawah alias Labuhan Ajuong sepanjang 1 KM dari batas seharusnya.
Sdr.Adisman berkilah bahwa pemancangan tapal batas tersebut adalah ulah cerdik pandai desa Setia Karya Nata dan perseteruan antara seorang putra daerah Labuhan Ajuong yang berada di Medan dengan oknum Kepala Desa Setia Karya Nata .
Kami berkesimpulan bahwa gara-gara pertengkaran antar pribadi satu keluarga, masyarakat kedua desa tersebut berantakan,jika hal itu asal mula masalahnya sesuai yang dikatakan Adisman,sangatlah mema lukan sekali.

Rabu, 08 Juni 2011

JELAJAH DUNKANG

JELAJAH DUNGKANG ( 2 )
Minggu,15 Kandughiketek 1428 H./ 29 Juli 2007

Bertolak dari Batu Tuanku,Tim Perkasa LA memulai penjelajahan menuju Sumur Batu, Banjar Agam,Banjar Aceh dan Padang Satombo. Cameraman bersama Ahmad Khudri, sedangkan Kasri,Abdul Mutholib dan Afnan menunggu dipintu gerbang Sumur Batu.
Dengan niat yang baik,penyutingan lokasi pemukiman Syekh H.Abdul Fattah Mardia dapat disyuting dengan baik dan lancar dan tidak seperti halnya pengunjung terdahulu. Menurut cerita dari Ketua Tim Perkasa bahwa dulu pernah dari PT.Gudang Garam memotret Sumuo Batu yang dihantar oleh Dalkit Tua Nasution,tiba-tiba saja sang pemotret pusing dan hasil pemotretan tidak berhasil diperoleh. Demikian juga dua orang warga transmigrasi mengambil ikan yang berada didalam Sumur Batu dibawa oleh mereka ke transmigrasi Sikarakara I,tetapi tidak berapa lama mereka jatuh sakit dan meninggal dunia. Sementara menurut Satruddin SH bahwa dia sering ke Sumur Batu dan kura-kura itu selalu menurutinya ingin ikut bersama.
Tim Perkasa L.A terus mencari asal dari nama anak ayie tersebut hingga sampai sejauh 1 KM ketengah hutan dan masuk perkebunan oknum Kades Setia Karya Natal,namun yang dicari belum ditemukan oleh Tim. Kami kembali kepangkal jalan dan menyeberang ke areal tanah ulayat Labuhan Ajuong, maka di dapatlah sisa tanda batas itu serumpun pandan yang sudah ditebang dan dibakar oleh pemilik kebun kelapa sawit itu.
Kemudian Tim bertolak menuju Cilacap dan Suak Bungo Tanjuong.Di Cilacap Tim bertemu dengan satu keluarga petani warga desa Setia Karya Natal dan sempat mengadakan temu bincang masalah tapal batas ulayat Labuhan Ajuong dengan Jambuo Aceh atau Kampung Sawah dengan Pasar V Natal.
Nini (61 thn),bersama anaknya Darman (22 thn ) menceritakan bahwa perla dangannya mendapat izin olah pada tahun 1980 oleh Kepala desa Kampung Sawah yang ditanda tangani oleh Abdul Rajab dengan bayaran Rp.1.000, Izin olah diperoleh bersama kawan-kawannya Asrul (mantan Kades Setia Karya Natal) dan Dahlan. Menurut mereka,batas desa Labuhan Ajuong atau Kampung Sawah adalah di Anak Ayie Pandan, sedangkan ulayat Kampuong Tangah adalah tanah ulayat Jambuo Aceh alias Pasar V Natal dan di seberangnya adalah Kampung Awuo,tanah ulayat desa Pasar IV Natal (Setia Karya Natal).
Jadi, tanah ulayat Labuhan Ajuong di bagian Selatan Sungai Batangnatal adalah dimulai dari Anak Ayie Pandan, Kolek Kuali, Anak Ayie Lubuok Panieng-panieng,Cilacap terus ke Suak Bungo Tanjuong yang berseberangan dengan Tapian Batu dan Kampung Bukik.
Tim menemukan suatu kejanggalan dimana beberapa tahun yang lalu Sdr. Dahlan menjual tanah olahannya kepada seorang petani berdasi dari Natal, kenapa Kepala Desa Setia Karya yang menanda-tangani ? Yang mengizinkan pengolahan tanah Kepala Desa Kampung Sawah , kenapa yang mengetahui penjualannya Kepala Desa Setia Karya Natal ? Wallahu alam bishshawab.

Tim Perkasa L.A terus mencari asal dari nama anak ayie tersebut hingga sampai sejauh 1 KM ketengah hutan dan masuk perkebunan oknum Kades Setia Karya Natal,namun yang dicari belum ditemukan oleh Tim. Kami kembali kepangkal jalan dan menyeberang ke areal tanah ulayat Labuhan Ajuong, maka di dapatlah sisa tanda batas itu serumpun pandan yang sudah ditebang dan dibakar oleh pemilik kebun kelapa sawit itu.

Selasa, 07 Juni 2011

JELAJAH SADAK

JELAJAH SADAK ( 1 )
Minggu, 8 Kandughiketek 1428 H /22 Juli 2007 .

Tim Perkasa LA yang diketuai oleh Abdul Mutholib memulai penjelajahan bersama penulis sekaligus cameraman Kodak SRY RECORD Ranah Nata dengan memulai kegiatan memasuki pintu gerbang Kota Ranah Nata di Sawah Niru Patupangan dengan penyutingan ranah di tapal batas desa dengan desa Setia Karya Nata, bekas hadiah Kerajaan Malako tahun 1672 kepada Inggeris yaitu Anak Ayie Kucieng Jalang. Kemudian diteruskan menuju perbukitan Tapian Batu,Kampung Bukik,Jalan Japang,Sawah Lambah, Sawah Laweh,Belok Pulasan dan Batu Tuanku.

Di Batu Tuanku diadakan pertemuan untuk semua anggota Tim guna untuk melanjutkan kegiatan menuju Ranah Malako di Mudiek Ayie. Setelah mengadakan pembekalan dan membawa bekal perjalanan, Tim bertolak dari Tapian Rangeh yang terdiri dari dua transportasi air menjelajahi sungai Batangnata. Ajuong pertama terdiri dari Cameraman Shaff Ra Alisyahbana , Suhardin dan Aliman sebagai jurumudi. Ajuong kedua terdiri dari Kasri, Abdul Mutholib dan Asnan sebagai jurumudi. Sang cameraman membidik sebagian Ranah Kampung Sawah.
Tepat jam 12.00 WIB. Ajuong Tim Perkasa LA menambatkan ajuongnya di labuhan Parik Malako untuk singgah di Ranah Malako. Di Jirat Malako terdapat begitu banyak batu-batu nisan yang terdiri batu air/batu sungai dan diantaranya terdapat tiga pasang nisan Bajaranggah dengan ketinggian satu meter lebih yang sebagiannya sudah pecah-pecah dimakan usia. Usia batu nisan Bajaranggah itu diperkirakan sudah ratusan tahun, sebab dari peta West Sumatera Restricted Natar Thirsd Edition Rejer to This Map Amerika Serikat Hind Seet XXXV tentang wilayah Kerajaan Ranah Nata ( Malako) atau Pemerintah Desa Perlak Talas buatan Amerika menyebutkan bahwa Ranah Nata/ Malako berdiri tahun 1058 dan jalan lintas Mandailing Natal sekarang belum ada dan hanya merupakan jalan setapak sebagai jalan menuju Banjar Agam, Banjar Aceh dan Sumur Batu.
Pada batu nisan terdapat kotak-kotak relief tak berhuruf yang meminta tenaga peneliti fosil-fosil sisa sejarah guna mengamatinya. Melihat keadaan batu nusan, bentuknya mirip dengan Sangguo Gadang yang dijadikan mahkota Anadaro di Ranah Nata.
Setelah istirahat (Ishoma), Tim melanjutkan penjelajahan ke Parik Malako, Suak Malako dan Padang Malako. Di Padang Malako terdapat tanah datar seluas 1,5 hektare yang disebelah Barat nya Suak Malako. Menurut keterangan dari Aliman sebagai petani di Malako tersebut bahwa sewaktu dia menggali sumur untuk kilang minyak lagan di Padang Malako, banyak terdapat pecahan keramik, tetapi saying dia buang ke sungai Batangnata.

Tim melanjutkan penjelahajan kebgaian arah Tambak yaitu Labuohan Ajuong untuk mencari beberapa pusara para leluhur, namun tidak ditemukan karena tertimbun oleh banyaknya tanah dan sampah disekitar pemakaman tersebut, disamping didesak oleh cuaca hujan yang tidak bersahabat dengan Tim. Sejak tgl.22 Juli 2007 sampai dengan tgl.31 Juli 2007, jasa listrik di Ranah Nata tidak berfungsi karena musibah Galodo ( banjir) dan tanah longsor yang melanda mulai dari Batangnata,wilayah Ranah Nata dulu.