Selasa, 19 Juli 2011

FALAQ THOLEH

 
FALAQ THOLEH
oleh : Shaff Ra Alisyahbana Dt Malako

Falaq Tholeh adalah berasal dari bahasa Arab yang berarti “ Cakrawala Kebodohan “. Kalau disebut Palak Taleh berarti “ Panas hati atau berkeringat keladi “, sedangkan menurut peta yang dibuat Amerika Serikat tahun 1058 adalah sebutan “ PERLAK TALAS “ dalam Pemerintahan Natar Sumatera Utara yaitu sebuah ulayat di pesisir Barat Sumatera dan itulah Desa Kampung Sawah sekarang yang masuk dalam Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal.
Melihat situasi dan kondisi saat sekarang ini lebih condong kedalam bahasa Arab yaitu         “ FALAQ THOLEH “ , karena masyarakatnya dalam Cakrawala Kebodohan atau dibodoh-bodohi. Kenapa tidak.. !!!
Di Desa Kampung Sawah yang dulunya bernama Palak Taleh (kebun keladi) telah menjadi kampung persawahan dan oleh sebab itu dinamakan “ KAMPUNG SAWAH “. Begitu luas tanah adat atau ulayat, sampai sekarang belum ada masyarakatnya yang menjadi “ PESERTA PETANI PLASMA “ dari perusahaan yang menyawitkan tanah tempat mata pencaharian masyarakatnya, baik itu mendiang PT.INANTA, PT.GRUTI LESTARI PRATAMA (GLP), PT.SAGO NAULI atau PTP NUSANTARA IV atau lainnya.
Kalau mendiang PT.INANTA meninggalkan nostalgia sebuah bangunan yang sekarang dijadikan sebagai kantor Lembaga Pemangku Adat Sumando (LPAS) Pantai Barat Mandailing Natal, PT GLP yang menyawitkan tanah ulayat Kampung Sawah lk.4.000 hektare, hanya memberikan bantuan berupa semen ratusan zag dalam pembanguan Masjid Baiturrahman Kampung Sawah setiap tahunnya. Apakah ini yang dikatakan didalam adat sebagai “ BUNGO”?.
Kalau kita baca surat perjanjian tgl.25 Agustus 2005 di PT.GLP Medan yang diwakili atas nama masyarakat Kampung Sawah yaitu Bapak Drs.H.Sjamoel Lubis (alm),Suhardin,Adam, A. Khudri,Afnan,Syariyal,Abd.Mutolib,Kasri dan Saripul. Dari pihak PT.GLP adalah Alson Simarmata (Manager Operator) dan Sumarsono Hardiyanto (Dirut PT.GLP) yang menyatakan “ SALING MENGUNTUNGKAN “. Ternyata yang beruntung adalah pihak perusahaan, sedangkan pihak Masyarakat Adat Labuohan Ajuong tetap tidak menguntungkan sebab lahan mata pencaharian mereka sudah pupus dalam kegiatan               “ PUPUS KAMPUS JADI MAMPUS “. 
Demikian juga PT. SAGO NAULI di DESA SINUNUKAN V yangmerupakan tanah ulayat Kampung Sawah yang kabarnya telah membuka kebun plasma, tapi seorangpun masyarakat Kampung Sawah tidak ada terdaftar dalam daftar peserta petani plasma. Secercah harapan kepada PTPN IV yang dikelola oleh Koperasi Maju Bersama dengan pekerja CV.MALAKO, kiranya menjadi kenyataan walaupun pesrtanya adalah anggota koperasi tersebut.
Dari kalimat Falaq Tholeh tersebut diatas terkesan suatu pembodohan atau masyarakatnya memang bodoh, dimana-mana tanah ulayatnya telah dicabik-cabik dibeberapa tempat antara lain sebagai berikut ;
SIKARAKARA I > adalah merupakan penyusutan ulayat Kampung Sawah dengan program Transmigrasi dimana satu-satunya desa yang tidak turut menanda-tangani penyerahan lahan adalah Kepala Desa Kampung Sawah. Sekarang para warga transmigrasi telah membuka perkebunan sawit di tanah ulayat Kampung Sawah (berjiran tetangga) tanpa adanya Surat Izin Olah dari Kades Kampung Sawah.
SINUNUKAN V > terletak di bagian Selatan Desa Kampung Sawah, disamping pemakaian tanah ulayat juga dalam rangka pemekaran Kecamatan Natal.
PANGGUONG BULUOH & PANGGUONG BINJEI > juga terletak di bagian Selatan Kampung Sawah, dimana telah disawitkan oleh warga Kapas II Kecamatan Batahan seperti Syahiri, Zulhadi, Lamijo dan Sairan yang ber – KTP Patiluban Hilir dan Desa Balimbing.
PANGGUONG RANSAM > juga sama halnya dengan tersebut diatas.
MALAKO > kini telah disawitkan oleh PT.GLP dan sampai kini belum adanya niat dari pihak perusahaan untuk membuka lahan pertanian plasma dan hanya diuntungkan oleh oknum tertentu yang ber – KTP Medan dengan mengolahan lahan seluas 20 hektare untuk pribadi bersangkutan, sebab “ SEMUA URUSAN KAMPUNG SAWAH DENGAN PT. GLP HARUS MELALUI OKNUM TERSEBUT”.
SAWAH LAWEH > terletak di lembah BUKIK BANDERA dimana sejak tahun 2007 sampai sekarang belum ada kepastian atas sengketa perbatasan, dimana masyarakat Desa Setia Karya Natal mencaplok ulayat Kampung Sawah sekitar 1 KM persegi, mulai dari JEMBATAN SUNGAI PINANG sampai ke ANAK AYIE MURIDUN PANCANG PEJE yang lebih terkenal dengan sebutan ANAK AYIE KUCIENG JALANG. Sampai sekarang masih terpampang papan ucapan 
SELAMAT DATANG DI DESA SETIA KARYA NATAL
di Jembatan Sungai Pinang.
KAMPUONG PUDIENG & CILACAP > terletak di pinggiran Sungai Batang Natal, mulai dari TAPIAN BATU sampai ANAK AYIE PANDAN (perbatasan dengan JAMBUOH ACEH , DESA PASAR V NATAL ), sebagian suda mendapat izin olah dari Kades Kampung Sawah dan sebagian lagi izin olehnya dikeluarkan oleh Kades Setia Karya Natal.
Dari sisi lain, sejak berhentinya Panti Al-Qur”an “ DARUL FAHMY “ BATU TUANKU Kampung Sawah tahun 1976 , tidak adanya lembaga pendidikan Agama sehingga sekarang Kampung Sawah disebut-sebut oleh para Muballigh sebagai “ DESA RAWAN AGAMA “. Demikian juga halnya dalam masalah Pemerintahan Desa dimana setelah Pilkades 2010 ybl. Oknum yang menang sampai sekarang belum dilantik dengan alasan adanya masalah. Apakah masalah itu tidak diselesaikan dan hanya didiamkan begitu saja... ??? Memang inilah upaya mem “ FALAQ THOLEH “ kan “ PERLAK TALAS “ yang berkesinambungan dengan “ PUPUS KAMPUS MENJADI MAMPUS “.

Diharapkan kepada petinggi-petinggi putra Kampung Sawah yang berada diperantauan maupun di kampung halaman serta yang birokrat, tolong lerpaskan “ PERLAK TALAS “ dari “ FALAQ THOLEH “, agar terhindar dari kebodohan dan pembodohan, baik dari oknum tertentu dan orang-orang yang “ BASILANTE ANGAN “ . Semoga !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar